EN

ID

ALIH STATUS PEGAWAI HONORER KE PPPK MASIH BERMASALAH, KOMITE I TINJAU PEMPROV JABAR

20 Januari 2025 oleh admin

dpd.go.id Bandung - Komite I melakukan pengawasan atas Pelakasanaan UU ASN ke Pemprov Jabar. Alih status pegawai honorer ke PPPK masih menyisakan masalah. UU No. 20 Tahun 2023 tentang ASN mengamanatkan dihapusnya pegawai honorer (non ASN) paling lambat Desember 2024. Akan tetapi, kenyataannya sampai awal tahun 2025 ini masih banyak honorer yang tidak tertampung menjadi PPPK. Selisih yang cukup besar antara lain terjadi di Provinsi Jawa Barat. Mengacu kepada data Kemendagri, jumlah pegawai honorer di Pemprov Jabar mencapai 27.417 orang, sementara formasi PPPK tersedia hanya 4.084 orang sehingga menimbulkan selisih sangat besar yaitu sebanyak 23.353 orang yang tidak tertampung di PPPK. Hal ini menjadi isu yang sangat krusial, karena berarti telah terjadi pelanggaran terhadap UU ASN. Untuk itu, Komite I DPD RI melakukan kunjungan kerja ke Pemprov Jabar untuk mengetahui lebih lanjut permasalahan yang dialami oleh provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia ini (20/1).

Delegasi Komite I yang dipimpin oleh Wakil Ketua II dan III Dr. Muhdi, SH., M.Hum dan Bahar Buasan, ST, M.Sc. diterima di Kantor Gubernur Jabar yang berlokasi di Gedung Sate oleh Sekretaris Daerah Dr. Herman Suryatman, M.Si., dan PLH Asda III sekaligus Kepala BKD Sumasna, ST., serta Kepala Biro Organisasi Teten Mungkun.

Dalam sambutannya, Wakil Ketua III Komite I Dr. Muhdi menyampaikan bahwa rekrutmen ASN harus dilakukan secara transparan dan akuntabel sesuai UU ASN dan Komite I memiliki atensi khusus dalam pengawasan UU ASN khususnya mengenai alih status dari honorer ke PPPK. Karena itu, bulan Desember 2024 lalu Komite I telah melakukan rapat kerja dengan Menteri PAN ARB dan menyepakati bersama untuk mengangkat seluruh honorer menjadi PPPK. Namun, nyatanya masih ada kendala dengan banyaknya selisih honorer yang tidak tertampung menjadi PPPK.

Selanjutnya, Setda Provinsi Jabar Herman Suryatman menegaskan, bahwa masalah klasik non ASN adalah jumlahnya yang banyak, bahkan menembus angka 1,7 juta. Persoalan ini perlu dilakukan tindakan tegas agar tidak membengkak terus. Di Jawa Barat, setelah terbit UU ASN ternyata masih ada juga instansi yang mengangkat honorer dengan ikatan personal antara unit kerja dengan perorangan. Hal tersebut sebenarnya tidak boleh terjadi, karena seharusnya apabila ada pengangkatan baru, ditempatkan dengan status out sourcing. “Kami sudah tegaskan persoalan ini ke seluruh wilayah Jawa Barat tetapi masih ada aja perekrutan non ASN oleh Satuan Kerja ataupun OPD dengan alasan kekurangan SDM”, ujar Herman. Jadi, lanjut Herman, di samping Pemprov menghadapi masalah honorer sebelum terbitnya UU ASN, juga penambahan honorer setelah terbitnya UU ASN. Masalah ini sangat kompleks dan tidak sesederhana yang dibayangkan. “Tapi kami berkomitmen untuk menyelesaikan masalah ini. Kami berusaha untuk bersimpati dan berempati dengan non-ASN ini”, pungkasnya.

Masalah lainnya adalah kapasitas fiskal yang terbatas. Apalagi ada pembatasan untuk belanja pegawai tidak boleh lebih dari 30%. Saat ini, belanja ASN mencapai 24% dan apabila digabung dengan outsourcing menjadi 29.4%. Oleh sebab itu penyelesaian masalah ini perlu tahapan dengan mengacu kepada arahan dari pemerintah pusat, sehingga upaya penyelesaian jangka pendek tidak menimbulkan masalah baru kedepannya. Itulah sebabnya kemudian muncul kebijakan terobosan berupa PPPK paruh waktu. Non ASN Provinsi Jabar yang tidak tertampung di PPPK sebanyak 26 ribu orang dapat diakomidir ke paruh waktu dan hal ini lebih realistis karena tidak mengganggu anggaran. Saat ini sedang dipikirkan pula waktu penyelesaian alih status honorer ke PPPK butuh berapa putaran. Misalnya lima putaran, berarti butuh waktu lima tahun.

Kepala BKD Pemprov Jabar, Sumasna, menambahkan bahwa persoalan Non ASN di Jabar juga timbul karena tidak dimanfaatkannya kesempatan untuk mendaftar P3K oleh pegawai honorer. “Hal ini akan kami selidiki lebih lanjut kenapa kesempatan tersebut tidak diambil, apakah karena alasan mengundurkan diri, meninggal dunia atau alasan lain yang masih dipandang logis”. “Apabila alasan tersebut dinilai tidak dapat dipertanggungjawabkan maka akan diberikan sanksi disiplin”, tandas Sumasna. Pihaknya juga sudah menerbitkan larangan untuk mengangkat pegawai non ASN baru.

Dalam rangka mendukung manajemen talenta ASN Pemprov Jabar juga memiliki lab khusus untuk memberikan penguatan kemampuan dan kinerja sebagai bagian dari penerapan merit system dan fasilitas ini dapat pula dimanfaatkan oleh pemerintah daerah lain apabila diperlukan. Di samping itu, ada pula penggunaan aplikasi digital kepegawaian (smart ASN) dan pemanfaatan artificial intelligence untuk mendeteksi secara dini bakat dan minat anak-anak agar dapat diarahkan ke jalur/tempat yang tepat.

Senator yang hadir dalam acara ini juga turut mewarnai dengan memberikan berbagai komentarnya. Senator Muhdi misalnya meminta agar dilakukan optimalisasi kembali terhadap formasi 4000 ASN dan ditanggapi oleh Setda bahwa optimalisasi tersebut sangat dimungkinkan karena formasi 4000 ASN itu adalah formasi untuk tahun 2024, sedangkan untuk tahun 2025 akan ada lagi formasi baru yang jumlahnya masih akan ditentukan kemudian. Tapi tentunya harus disesuaikan juga dengan kemampuan fiskal daerah. Beberapa senator lain seperti Irman Gusman dan Paul Vincent Mayor mengapresiasi kinerja Pemprov Jabar yang dipandang berhasil menerapkan good governance dalam pengelolaan aparatur. Sementara Senator Ade Yuliasih mempertanyakan mengenai SOP dan job desk tiap ASN di instansi tempat bekerja agar jelas tolak ukur kebutuhan pegawai dan Senator Sudirman mengusulkan agar alih status dari honorer ke PPPK tidak usah menggunakan seleksi atau langsung diterima saja. Senator lainnya, yaitu TGB Ibnu Halil menyampaikan mengenai kemungkinan penambahan Dana Alokasi Umum dari pemerintah pusat untuk penguatan kemampuan fiskal dalam menyelesaikan masalah alih status honorer ke ASN. Hal ini dijawab oleh Setda bahwa apabila penyelesaian alih status ini harus dilakukan dengan cepat, misalnya setahun, maka tentu pemprov memerlukan bantuan anggaran dari pemerintah pusat.

Kegiatan Kunker dalam rangka pengawasan UU ASN oleh Komite I DPD RI dilaksanakan pada hari Senin, 20 Januari 2025, di Kantor Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Acara dipimpin oleh Wakil Ketua II dan III Komite I DPD RI Dr. Muhdi, SH., M.Hum. dan Bahar Buasan, ST, MSc. bersama Setda Provinsi Jabar Dr. Herman Suryatman, M.Si., dan PLH Asda III sekaligus Kepala BKD Sumasna, ST., serta Kepala Biro Organisasi Teten Mungkun. Sementara Senator yang hadir adalah Anya Casmayanti, Irman Gusman, Ade Yuliasih, Ahmad Azran, Paul Vincent Mayor, Hj. Leni Hariati, Amirul Tamim, Bisri Asshiddiqie Latuconsina, Ian Ali, Sopater, Agustin Teras Narang, Maria Goreti, Syarif Buinga, Sudirman dan Muhammad Hidayatullah. Acara dimulai pukul 10:00 WIB dan selesai pada pukul 12:00 WIB.

Berita Terkait

Sosial Media

Ikuti Official Akun Sosial Media

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia

Unduh Sekarang

Aplikasi Mobile Dewan Perwakilan Daerah

Republik Indonesia

TEMUKAN KAMI

© Official website Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia 2025