EN

ID

GELAR RDPU DENGAN APINDO DAN KSBSI, KOMITE III DPD RI BAHAS DAMPAK UMP 2025

22 Januari 2025 oleh admin

Jakarta, dpd.go.id - “Upah minimum berfungsi sebagai jaring pengaman persaingan tidak sehat antara pekerja dan pengusaha. Dari sisi pekerja, upah minimum untuk melindungi pekerja dari upah yang sangat rendah. Adapun dari sisi pengusaha, upah minimum merupakan standar minimum yang harus dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja. Dengan upah minimum bukan saja kualitas hidup pekerja dan keluarganya yang meningkat, produktivitas pekerja pun meningkat. Pendek kata, upah minimum menciptakan hubungan industrial yang aman, harmonis dan berkeadilan.” Demikian disampaikan oleh Prof. Payaman J Simanjuntak dalam RDPU dengan Komite III DPD RI terkait implementasi Upah Minimum Tahun 2025, selasa, 21/01/25, di Gedung DPD RI.

Mengawali Raker, Ketua Komite III DPD RI, Filep Wamafma mengatakan RDPU dilaksanakan sebagai tindak lanjut temuan anggota pada masa reses Desember 2024 silam. Sebagaimana diketahui penetapan upah minimum tahun 2025 sebesar 6,5% telah mengundang pro dan kontra antara pengusaha dan pekerja.

“Yang kita khawatirkan adalah dampak dari kenaikan upah itu. Di daerah kami menemukan ketidak sesuaian implementasi dengan regulasi yang sudah ditetapkan. Banyak pengusaha yang menunda pelaksanaan upah atau bahkan tidak melaksanakannya. Atas dasar itu muncul pertanyaan mendasar perihal bagaimana besaran kenaikan Upah Minimum sebesar 6,5% itu dihitung oleh Pemerintah,” sebut Filep.

Mempertegas pernyataan Payaman, KSBSI mengungkap bahwa yang diharapkan dari buruh bukan kenaikan upah minimum yang justru tidak bisa dilaksanakan oleh pengusaha. Tetapi upah minimum yang besarnya rasional, yang bisa dilaksanakan oleh pengusaha dan memberi jaminan keberlangsungan kerja bagi pekerja.

“Seperti pada tahun 2025, sudah ada sekitar 80 ribu pekerja yang terancam PHK akibat ketidakmampuan pengusaha untuk membayar upah minimum sesuai permenaker 16/2024 itu. Akhirnya kenaikan upah 6,5% itu tidak bisa dinikmati oleh pekerja,” ujar Elly Rosita Silaban ketua KSBSI.

Senada dengan KSBSI, Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan APINDO, Darwoto menyebut tingginya kenaikan upah minimum menimbulkan ketidakpastian dan membuat Indonesia sebagai negara tujuan investasi menjadi tidak menarik, sehingga perlu dilakukan perbaikan terhadap keadaan ini. Masih menurut Darwoto dalam periode 2012 – 2014 pertumbuhan upah minimum telah tumbuh dua digit. Keputusan penentuan upah minimum dilakukan setelah atas dorongan buruh dengan aksi di jalan. Selain itu disebabkan juga karena adanya politisasi dari Kepala Daerah. Saat itu Indonesia adalah negara dengan Kaitz Index > 1 (upah minimum lebih besar dari upah median).

Menanggapi pertanyaan senator Bali, Ida Bagus Rai dan senator Maluku Utara, Hasby Yusuf dalam hal adanya kesepakatan antara pekerja dan pengusaha dalam menetapkan upah dibawah upah minimum, Payaman menegaskan bahwa kesepakatan perihal upah minimum yang besarnya dibawah upah minimum yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah batal demi hukum. Kesepakatan perihal upah hanya dapat dilakukan untuk upah selain upah minimum.

Di tempat yang sama, Ketua Bidang Ketenagakerjaan APINDO, Bob Azam juga menegaskan bahwa penetapan nilai kenaikan upah minimum yang terlalu tinggi, yaitu sebesar 6,5%, akan berdampak pada kesulitan dalam menyusun Struktur & Skala Upah (SUSU) yang proporsional dan mencerminkan produktivitas pekerja serta kapasitas keuangan pengusaha. Padahal peluang perundingan, negosiasi dan kesepakatan antara pekerja dan pengusaha terbuka pada saat menyusun SUSU.

Berita Terkait

Sosial Media

Ikuti Official Akun Sosial Media

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia

Unduh Sekarang

Aplikasi Mobile Dewan Perwakilan Daerah

Republik Indonesia

TEMUKAN KAMI

© Official website Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia 2025